Kemana Mahasiswa Sekarang ? Apatis, Hedonis dan Pragmatis?
Oleh
: Herman Rahma Wanto
3301413085
Pendahuluan
Kaum minoritas yang beruntung dapat
meikmati pendidikan tinggi. Segelintir pemuda yang mempunyai semangat juang
tinggi. Kelompok intelektual yang selalu melahirkan gagasan-gagasan besar.
Pemuda yang selalu dieluh-eluhkan akan membawa perubahan besar bagi negeri. Generasi
penerus dan calon pemimpin dimasa yang akan datang. Dalam berbagai hal sering
disebut agent of change, agent of social
control, iron stuck, moral force serta berbagai istilah lainya. Mereka yang
bercirikan idealis nan kritis yang selalu membela kepentingan rakyat. Itulah ungkapan manis yang sering kita
fikirkan dan kita dengar jika berbicara tentang mahasiswa.
Sejatinya
mahasiswa merupakan sebuah kekuatan besar yang telah mencatatkan namanya pada
panggung sejarah di negeri ini. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan
kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan
untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para
aktivis yang terlibat di dalamnya. Mahasiswa adalah sosok yang tidak hanya
mewakili sisi kepemudaan –yang mencakup keberanian, ketangkasan dan semangat
juang–, tapi juga intelektualitas. Mahasiswa dengan intelektualitasnya tentu
memiliki potensi dan kapabilitas sebagai pengemban perubahan, sebagaimana
kejayaan Indonesia yang tidak hanya tertoreh oleh merahnya darah para pejuang
kemerdekaan, tapi juga hitamnya pena para intelektual. Dari masa ke masa,
pemuda memang berperan sebagai turbin penggerak persada Indonesia dan selalu
menjadi garda depan dalam setiap perubahan. Mereka adalah infanteri rakyat yang
berbelati keberanian, bertameng ketangguhan, bersenapan kesolidan dengan peluru
kebenaran. Dahulu, dengan semangat juang merekah, barisan pemuda mampu
mengembalikan kesucian tanah air dari noktah penjajahan fisik para kolonialis.
(rumah cerdas, 2012)
Dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan
nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Banyak pergerakan
yang dibangun oleh mahasiswa telah melahirkan perubahan di negara ini atau
setidaknya apa yang mereka perjuangkan telah melahirkan cetakan sejarah bagi
bangsa. Pergerakan mahasiswa yang dibangun di negeri ini dulu telah membuat
bangsa ini kaya akan sejarah. Baik pada masa kebangkitan nasional (1908), masa
inisiasi persatuan (1928), masa perjuangan kemerdekaan (1945), masa pergolakan
kemerdekaan (1966), dan terakhir masa perjuangan reformasi (1998). (Edwin,2012)
Selain
pada masa itu, pergerakan mahasiswa telah melahirkan peristiwa sejarah yang
sangat dikenang. Di antaranya ada peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974)
dan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) pada tahun
1978 di ITB sebagai tindakan represif penguasa saat itu terhadap diterbitkannya
‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa Indonesia’ yang terkenal dengan nama “Gerakan
Anti kebodohan”. Dari semua akumulasi perjuangan generasi muda intelekual
Indonesia telah banyak agenda yang telah dihasilkan dimulai dari masa
kebangkitan nasional yang berhasil menyadarkan rakyat bahwa Indonesia harus
bangkit dan melawan terhadap segala bentuk kolonialisasi yang ada. Hasil dari
masa ini adalah berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi formal pertama yang
didirikan oleh kaum muda pribumi yang intelek. Pada masa inisiasi persatuan
(1928) telah melahirkan sumpah pemuda yang intinya menginginkan adanya
komponen-komponen yang dapat membentuk sebuah bangsa terwujud. Tahun 1945
mahasiswa selain bertugas untuk menuntut ilmu, mereka juga disadarkan untuk
peduli dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa. Banyak mahasiswa yang terlibat pada
masa ini, dan hasil yang diperoleh adalah sangat fenomenal (dan mahasiswa saat
itu mengambil peran yang cukup besar juga), yaitu kemerdekaan Indonesia. Pada
tahun 1966 lahirlah Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) di mana di sana mahasiswalah
yang menjadi pelopor. Puncaknya dan peristiwa yang paling fenomenal adalah pada
tahun 1998. Generasi inilah yang berani menggulirkan semangat reformasi. Pada
masa ini marak terjadi aksi-aksi penumbangan rezim orde baru. Mahasiswa menjadi
penyeimbang pemerintah yang represif, diktator dan bertindak semena-mena. Ada
kebanggan tersendiri, bukan soal menurunkan diktator Soeharto; tetapi bagaimana
perjungan akan keadilan dan kesejahteraan itu bisa mahasiswa sumbangkan kepada
negara tercinta ini. (noviato,2012)
Secara tegas sejarah mencatat begitu
besar pengaruh pemikiran dan gagasan para mahasiswa kala itu. Bagaimana mereka
berfikir kritis, idealis independen dan yang terpenting adalah mewujudkan semua
itu dalam sebuah gerakan. Mahasiswa kala itu tau betul akan tanggung jawab
mereka kepada negara. Negara membutuhkan sumbangan dan uluran tangan mereka
untuk bangkit. Mereka pun menjawab apa yang bisa diberikan untuk negeri terinta
ini, seperti kata John F. Kenedy “Don’t
ask what your country can do for you, but ask what you can do for your country”
itu yang mereka perbuat kala itu. Aksi turun ke jalan menentang ketidak
adilan meski mereka sadar, aksi mereka tidak akan berdampak langsung dan
signifikan pada polemik bangsa ini, karena mahasiswa hanyalah puingan kecil
bagian dari berbagai entitas pembangun bangsa. Sementara masih banyak
organ-organ yang harus mereka bangkitkan, sedangkan tangan mereka juga tidak
cukup panjang untuk menjamah hati para elit negeri. Maka mereka mengambil
posisi sebagai penggerak dan stimulus. Berpanas-panas ria, berbusana dalam
basahan hujan, berteriak dendangkan mimpi-mimpi hingga habiskan keringat dari
tubuh, hanya untuk mendesak anasir-anasir elit yang bersangkutan serta
menggugah para pengguna jalan dan rakyat yang menjadi saksi yang melihat
perjuangan mereka melalui berbagai media. Mereka berdiri tegar dalam sebuah
pengharapan agar akumulasi dari desakan-desakan itu bisa membersihkan
kotoran-kotoran di telinga para aristokrat dan membangunkan para jelata yang
lama tertidur pulas. Semua itu karena secercah harapan mereka yang tak pernah
surut sebagaimana panji-panji mereka yang tak luntur diguyur hujan dan warna
merah pada sangsaka yang mereka kibarkan tidak pudar didera terik mentari. (kholiq,
2009)
Pasca
reformasi 1998 arah pergerakan mahasiswa mulai memudar. Singa yang dulunya
bertaring tajam menentang tirani sekarang aumanya tak terdengar. Idealisme yang
diagung-agungkan sejak masa lampau akhirnya dengan sendirinya tergerus oleh
zaman. Mahasiswa sekarang ini terpecah dalam kelompok-kelompok dan golongan.
Semakin parah dengan sikap apatisme hedonisme dan pragmatisme yang mengerogoti
jati diri mahasiswa saat ini. Sungguh ironis seperti tak ada regenerasi dari
angkatan fenomenal 98 yang menurunkan kerajaan Soeharto yang bertahta 32 tahun.
Memang tidak semua mahasiswa seperti itu namun dapat kita lihat seberapa dari
mereka yang masih aktif dan peduli pada lingkungn sekitar dan bangsanya,
tentunya dapa dihitung.
Sejatinya pasca reformasi semua
terbuka secara luas, tak ada yang membatasi mahasiswa dalam berkarya dan
mencari ilmu. Mahasiswa juga bebas menyarakan pendapatnya sebagai bagian dari
fungsi kontrol sosial. Mahasiswa bebas berkumpul dan juga beorganisasi. Namun
mengapa tak ada aksi nyata dari mahasiswa ? tri dharma perguruan tinggi yang
menjadi landasan seakan hanya slogan. Kata mahasiswa bukan lagi sebuah kata
yang heroik layaknya dulu. Masyarakat pun tak simpatik layaknya dulu. Lalu apa
yang sebenarnya terjadi pada mahasiswa Indonesia ?
Mahasiswa Masa Kini
Arus perkembangan zaman dan
globalisasi ternyata tak mampu dibendung oleh sebagian mahasiswa. Zaman dan
globalisasi telah menggerus semangat perjuangan dan idealisme yang selama ini
di sematkan kepada para mahasiswa. Rakyat sekarang tak begitu simpatik dengan
mahasiswa padahal jika kita mengenang dulu bagaimana mahasiswa bersama rakyat
merebut demokrasi dan menurunkan orde baru. Tri dharma perduruan tinggi yang ke
tiga yaitu pengabdian kepada masyarakat tak begitu tersentuh. Mahasiswa cenderung
apatis dan mementingkan diri sendiri serta berhura hura menikmati masa mudanya.
Tak jarang bergerak hanya bila ada untungnya. Kondisi seperti ini sungguh
sangat memprihatinkan dimana mahasiswa yang seharunya menjadi pilar penting
dalam mengisi kemerdekaan dan menyongsong ke depan justru bersikap apatis,
hedonis dan pragmatis. Idealisme yang diusung dimasa lampau hanya menjadi mitos
dan dongen bagi mahasiswa baru.
Mahasiswa
Apatis
Apatis
artinya tidak peduli atau masa bodoh. Mahasiswa yang apatis berarti mahasiswa
yang tidak peduli atau tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar,
terhadap kondisi bangsannya dan bersikap masa bodoh serta tidak peduli. Sikap
seperti inikah yang dimliki mahasiswa ?. Mahasiswa apabila didefinisikan
sebagai kaum intelektual muda tentunya saat ini akan banyak pertanyaan yang
mempertanyakanya. Kenapa? sebab lebel sebagai intelektual muda seakan tidak
terlihat dalam diri para mahasiswa saat ini, khususnya dalam hal-hal aspek
kemasyarakatan seperti sosial, politik, agama dan budaya. Dimana mahasiswa yang
sering diidentikkan dengan sebutan agent of change dan iron stock atau yang
lainnya yang selalu ada digarda terdepan dengan gerakan-gerakan massif dan
progressifnya ternyata bersikap apatis (tidak mau tahu).
Sikap
apatis mahasiswa dalam melihat kondisi sekitarnya secara fakta dan realita yang
menyangkut masa depan bangsa dan negeri ini serta keberadaan orang banyakpun
sudah merajalela tertanam dalam diri mahasiswa hari ini. Sungguh tragis,
kepekaan dan sikap kritis yang seharusnya menjadi life style, mind style dan
paradigma idealis para mahasiswa dalam berfikir kini malah justru dilupakan
bahkan ditinggalkan. Jiwa reformis dan revolusioner seakan menghilang dalam
sanubari hati nurani mahasiswa sebagai kaum intelektual muda yang akan menjadi
iron stock (cadangan dimasa depan) baik berupa ide dan konsep pemikirannya,
kontribusi dan kerja-kerja nyatanya.
Mahasiswa
Hedonis
Adapun perilaku hedonis dengan
budaya konsumerisme yang sering dilakukan para mahasiswa dengan mengatasnamakan
modernitas dan life style seakan-akan menyempurnakan sikap dan kondisi
mahasiswa hari ini yaitu apatis dan hedonis sehingga menghasilkan sifat-sifat
personal yang kerdil yaitu individualistik apatis-hedonis life style.
Mementingkan diri sendiri tidak peduli dengan keadaan yang ada, kondisi sekitar
juga orang lain, miskin ide, mudah frustasi, bertingkah laku bodoh dan
semaunya. Itulah sifat dan sikap yang terlihat dalam diri mahasiswa hari ini.
Mahasiswa
Pragmatis
Sosok pragmatis cenderung
mengutamakan segi praktis dan instan. Baik buruknya sesuatu ditentukan dengan
kebermanfaatannya, baik bila menghasilkan keuntungan yang besar dan buruk bila
merugikan. Seorang pragmatis cenderung bersifat "profit hunter" dan
mengabaikan proses untuk mendapatkan profit tersebut. Bahkan dalam prosesnya
terkadang menabrak norma-norma yang telah ada. Mahasiswa sekarang ini cenderung
melakukan hal itu mulai dari dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.
Dimana tak jarang mahasiswa yang katanya aktivis pun dalam kegiatanya diboncengi
oleh kepentingan-kepentingan politik praktis maupun kepada kepentingan borjuis
tertentu demi keuntungan pragmatis yang hal ini tentunya memandulkan
independensi mahasiswa.
Reorientasi Pola Pikir Mahasiswa
Masa Kini
Sejatinya kita perlu reorientasi
arah gerak dan perjuangan mahasiswa. Dengan sejenak mengabaikan sejarah, kita
berlu turun ke titik nadi untuk berkontemplasi dengan waktu dan diri kita
mengkritisi sendiri jalan panjang perjuangan yang telah mahasiswa rintis di negeri
ini. Penting bagi kita memahami, saatnya kita bangkit dan bersatu. Dengan
berbagai macam identitas kita yang perlu kita tampilkan cuma satu: MAHASISWA
INDONESIA. Yang bersatu, teguh dan berintelektual. Hilangkan perbedaan kalau
persamaan adalah kekuatan kita. Hilangkan persamaan kalau kita bisa menerima
perbedaan sebagai jalan keluar terbaik untuk bersatu. Keduanya merupakan pilihan
jitu bagi pengembangan kehidupan berbangsa dan bagi masyarakat agar tidak perlu
jauh-jauh dari kata ’sejahtera’ (rumahcerdas, 2014).
Poros
cakrawala bangsa bernama mahasiswa itu kini kian rapuh. Namun sungguh tidak
layak menggunakan logika generalisasi dalam memandang mereka. Masih ada
segelintir mahasiswa yang masih teguh dalam mencengkeram idealismenya. Mereka
sadar bahwa integritas adalah hampa tanpa integrasi, sehingga berusaha untuk
memenuhi kewajiban dan kebutuhan di segala aspek lini kehidupan pribadi,
bermasyarakat dan bernegara secara seimbang dan terpadu. Mereka sadar akan
eksistensi dirinya bukan untuk mendapat kedudukan, materi, popularitas dan
egomania atas kesuksesan pribadi, sehingga berusaha mencapai segala cita-cita
pribadinya namun tetap kontributif bagi kebangkitan negerinya. Mereka giat
mengikuti pembelajaran akademis, namun juga getol mengikuti kegiatan-kegiatan
organisasi; menghidupkan organisasi kemahasiswaan dengan kegiatan-kegiatan
didaktis-progresif, sehingga organisasi mereka bukan sekedar sebagai event
organizer; sadar bahwa lingkungan mereka bukan hanya dunia kampus, namun bumi
Indonesia, sehingga peduli dengan wacana nasional yang berhubungan dengan
kerakyatan namun tetap independen; tahu persis kapan harus mengkaji wacana, kapan
harus melakukan branstorming dan kapan harus turun ke jalan; tidak terkekang
oleh arus deras yang cenderung dimanipulasi oleh anasir kepentingan pragmatis
dan dipenuhi kendali konspirasi, namun justru menentukan arah arus dan
merekayasanya demi perubahan ke arah kebaikan. Sayangnya, mahasiswa model ini
sudah sangat langka di hamparan Indonesia (rumahcerdas, 2014).
Untuk itu sangatlah penting dan
diperlukanya reorientasi pemikiran mahasiswa. Memang seperti terlambat tapi apa
salahnya kita lakukan dari pada tidak melakukan apa apa. Kita yang masih
mengaku sebagai mahasiswa idealis nan kritis serta peduli terhadap bangsa dan
negara hendaklah menurunkan apa yang kita yakini kepada junior kita. Dengan
harapan merekalah yang akan mewarisi semangat mahasiswa sebagai regenerasi
angkatan 98 yang sangat heroik.
Untuk itu penting adanya peranan dan
fungsi dari Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) yang merupakan jembatan dan
gerbang untuk mengenal dunia kampus. OSMB bukanlah sebuah kegiatan perploncoan,
melainkan sebuah kegiatan pengenalan kepada mahasiswa baru tentang bagaimana
kehidupan kampus dan memperkenalkan dan menanamkan nilai bagaimana fungsi
mahasiswa terhadap negara, bangsa dan masyarakat.
Tentunya orientasi pemikiran dan
pergerakan mahasiswa sekarang berbeda dengan dulu. Mahasiswa tak perlu lagi
berjuang melawan penjajah atau menurunkan rezim tertentu, tetapi mahasiswa saat
ini menjadi elemen penting dalam pembagunan bangsa. Sebagai sosial kontrol
kepada pemerintah yang berkuasa serta sebagai agen perubahan yang memiliki
inofasi serta gagasan besar dalam membangun bangsa dan negara. Tidak lupa
fungsinya sebagai pengawal masyarakat yang merupakan tri dharma perguruan
tinggi yang ke3 pengabdian kepada masyarakat. Kelak ilmu yang didapat sewaktu
perkuliahan dapat berguna bagi masyarakat.
Oleh karenanya paling tidak dalam
Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) menakup beberapa aspek penanaman nilai
kepada mahasiswa baru diantaranya :
1. Kepemimpinan
Dimana
penting dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam diri seseorang dalam hal ini
mahasiswa yang kelak diproyeksikan akan menjadi pemimpin dimasa yang akan
datang.
2. Idealisme
Sangat
penting bagaimana mahasiswa harus memiliki idealitas yang tangguh dan tidak
mudah terpengaruh terhadap berbagai hal negatif. Dimana mahasiswa harus membela
apa yang dianggapnya merupakan sebuah kebenaran dan menentang apa yang
dianggapnya sebuah ketidakadilan.
3. Kritis
Mahasiswa
selalu dituntut untuk menjadi pribadi yang kritis dalam menyikapi berbagai hal
termasuk berbagai isu yang ada didalalam masyarakat. Kritis dalam mencari
sebuah kebenaran dan kritis dalam menyikapi ketidakadilan.
4. Kepekaan
Sosial
Mahasiswa
dituntut memiliki kepekaan sosial dimana mahasiswa mengemban amanah dari rakyat
sebagai kaum intelektual yang diharapkan akan membawa perubahan besar terhadap
bangsa dan negara dengan harapan akan menjadiakan negara ini makmur dan
sejahtera. Mahasiswa memiliki kodrat hubungan yang erat dengan masyarakat
sehingga diharapkan dapat berpihak kepada rakyat dan membela kepentingan rakyat
sebagai mana tri dharma perguruan tinggi yang ke tiga pengabdian kepada
masyarakat.
Setidaknya
itulah yang harus ditanamkan kepada mahasiswa agar perannya sebagai agent of change, agent of social control,
iron stuck serta berbagai peranan lain tetap ada dalam diri mahasiswa
sekarang. Harapanya semangat heroik mahasiswa terdahulu dapat terus mengalir
dalam regenerasi mahasiwa dari masa ke masa sehingga mahasiswa akan terus
menjadi simbol perubahan yang lebih baik. Kedepan dapat kita lihat sejarah akan
teretak kembali oleh para mahasiswa dalam konteks yang berbeda bukan lagi dalam
menurunkan rezim tetapi dalam sebuah prestasi untuk membangun negerisesuai
dengan potensi dan kemampuan masing-masing.
Daftar Pustaka
Edwin.
2013. Gesernya Idalisme Dikalangan Mahasiswa (artikel). Diakses tanggal 8 juni 2015. Dapat
diakses di : http://edwin-lebe.blogspot.com/2013/02/gesernya-idealisme-di-kalangan-mahasiswa.html
Novianto.Arif.
2012. Kearah Mana Gerakan Mahasiswa Sekarang ?. Diakses tanggal 8
juni 2015. Dapat diakses di :
http://indoprogress.com/2015/03/kemana-arah-gerakan-mahasiswa-sekarang-dari-refleksi-menuju-aksi/
Rumaherdas.2012.
Pergerakan
Mahasiswa Sebuah Catatan Kritis. Diakses tanggal 8 juni 2015. Dapat
diakses di: http://rumahcerdas.blog.com/mahasiswa-indonesia-kemarin-hari-ini-dan-akan-datang/pergerakan-mahasiswa-sebuah-catatan-kritis/
Khaliq.Sahiq.
2009. Mahasiswa: Antara Hipokrisi, Apatisme & Transformasi. Diakses
tanggal 8 juni 2015. Dapat diakses di : djarumbeasiswaplus.org/artikel/content/78/Mahasiswa:-Antara-Hipokrisi,-Apatisme-&-Transformasi/
Komentar
Posting Komentar