Langsung ke konten utama

Kurangnya Penghayatan Terhadap Pancasila

Kurangnya Penghayatan Terhadap Pancasila

 Saling bermunculannya modernisasi, globalisasi, menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang kini sangat signifikan terlihat adalah mulai pudarnya rasa cinta Pancasila dan selalu mengamalkan dan menghayatkan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam pengamalan dan penghayatan pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi kalangan remaja. Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan, bahkan yang lebih parahnya lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan yang sebebas-bebasnya. Seolah-olah mereka telah lupa memiliki dasar negara, pedoman hidup berupa pancasila.
Kondisi masyarakat saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Pada kenyataannya nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya sering diabaikan bahkan belum ditaati sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai Pancasila itu sendiri serta latar belakang proses pertumbuhan Pancasila sebagai falsafah negara. Oleh karena itu, diperlukan penanaman wawasan kebangsaan di setiap warga negara Indonesia kepada seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini perlu disadari, bahwa dalam pengamalan serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila di dalamnya terdapat rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan (nasionalisme) yang kenyataannya pada akhir-akhir ini cenderung menurun, sehingga dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan konflik yang sebagian besar disebabkan karena krisis moral dan tidak bisa mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Era globalisasi yang sedang melanda masyarakat dunia, cenderung melebur semua identitas menjadi satu, yaitu tatanan dunia baru. Masyarakat Indonesia ditantang untuk makin memperkokoh jatidirinya. Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada problem krisis identitas, atau upaya pengaburan (eliminasi) identitas. Hal ini didukung dengan fakta sering dijumpai masyarakat Indonesia yang dari segi perilaku sama sekali tidak menampakkan identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia. Padahal bangsa ini mempunyai identitas yang jelas, yang berbeda dengan kapitalis dan fundamentalis, yaitu Pancasila.
Krisis identitas yang mulai tergerus itulah yang menyebabkan banyaknya perbedaan diantara golongan dan berdampak timbulnya konflik ataupun permusuhan, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Ketika krisis kepercayaan itu terjadi, pada masa kini masyarakat hanya menjadikan Pancasila sebagai “buah bibir” saja tanpa bisa menghayati dan mengamalkannya secara utuh. Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis sebagai kenyataan akan hal tersebut. Sebagai contoh adalah kasus korupsi ditengah-tengah masyarakat. Kecenderungan tindak korupsi tersebut hanya memihak dan menguntungkan satu pihak saja, sedangkan masyarakat sebagai korban dari korupsi tersebut. Adanya tindak pidana korupsi disebabkan karena lemahnya moral individu, di samping itu, lemahnya penegakan hukum dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang semakin merajalela.
Cara pandang yang berwawasan nusantara pada masa-masa ini bisa dikatakan sudah luntur dan hampir berada pada titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Kita bisa dengan mudah menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat dalam konflik dan terpecah-belah. Banyak di antara mereka yang terjebak dalam sekat-sekat primordialisme dan terpecah dalam golongan suku, ras, agama, daerah dan kepentingan yang sempit. Mencermati perilaku seperti itu, dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan bagian dari rasa cinta tanah air, bela negara dan semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar, bahkan hampir sirna. Berdasarkan kondisi ini, maka dapat dikatakan bahwa adanya penghayatan nilai rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan menurun, antara lain pada:
a.    Rasa Kebangsaan.
Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan nasional terhambat.
b.    Paham Kebangsaan.
Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa PSPB dianggap bahasan lama dan masih banyak bahasan yang lebih penting untuk diajarkan, padahal sebenarnya perlu untuk diketahui masyarakat bahwa sejarah pancasila sangat berarti dan penting untuk dipelajari karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya masih bisa kita terapkan pada masa sekarang.
c.         Semangat Kebangsaan.
Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya. Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.
Pasca bergulirnya gerakan reformasi, Pancasila dilalaikan oleh banyak pihak. Pancasila tidak lagi menjadi acuan dalam kehidupan politik dan tak lagi digunakan sebagai kerangka penyelesaian masalah nasional. Bahkan, banyak orang bersikap sinis dan takut ditertawakan jika berbicara tentang Pancasila. Pancasila tak lagi menjadi acuan, baik dalam pengambilan keputusan maupun penyusunan perundang-undangan. Jarang pula masalah nasional yang menentukan jalannya sejarah bangsa direfleksikan atau dipertanyakan kembali dalam kerangka dasar negara, Pancasila. Begitu pula Mahasiswa Tak Minati Pancasila, semakin menambah keprihatinan melemahnya kekuatan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa juga terjadi kepada kelompok mahasiswa. Kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila.                

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAK WARIS ANAK ANGKAT, ANAK KANDUNG dan ANAK DILUAR NIKAH

Nama        :Herman Rahma Wanto NIM          :3301413085 Hukum Perdata 1 HAK WARIS ANAK ANGKAT, ANAK KANDUNGdan ANAK DILUAR NIKAH Hak waris adalah hak seseorang untuk mendapatkan harta milik pewaris. Seseorang yang mendapat hak waris ini disebut ahli waris. Adapun perihal waris mewaris diatur dalam hukum waris. Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau   aturan yang mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang yang   meninggaldunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Ataudengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orangyang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ket entuan – ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dal...

Sekilas Mengenal Sosok Tan Malaka

SutanIbrahim atau yang lebih dikenal oleh khalayak ramai dengan sebutan Tan Malaka. Tan Malaka merupakan Pahlawan Nasional yang lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat tanggal 2 Juni 1897, ia wafat di Kediri Jawa Timur, 21 Februari 1949 pada usia 51 tahun. Semasa hidupnya ia merupakan seorang aktivis dan pejuang pergerakan kemerdekaan yang terkenal gigih memperjuangkan kemerdekaan ndonesia. Beliau merupakan seorang tokoh aktivis pejuang nasionalis Indonesia dan merupakan pemimpin komunis indonesia, serta politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tan malaka dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris namun pemerintah ketika itu menganggap dirinya sebagai pemberontak karena tindakanya yang dianggap ingin menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. Dia merupakan sosok yang kukuh mengkritik terha...

Filsafat Pancasila hakikat nilainya bersifat abstrak, umum, universal, dan absolut

FilsafatPancasila hakikat nilainya bersifat abstrak, umum, universal, dan absolut Berdasarkan kausa materialis, nilai pancasila bersumber dan digali dari   nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia yang kemudian dikristalisai dan disepakati oleh para pendiri bangsa sebagai suatu kesepakatan fundamental bagi dasar kehidupan bangsa. Menurut Notonegoro kausa materialis atau bahan dari pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri, yaitu terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan agama. Setelah indonesia merdeka dan pancasila diresmikan menjadi dasar filsafat negara, ditambah lagi dengan unsur kenegaraan (Notonegoro, 1975 dalam Suyahmo, 2014:124). Mengenainilai abstrak, umum, universal, dan absolut yang ada dalam pancasila memilikipengertian sebagai berikut: 1.      Isinya sedikit tetapi luas cangkupanya tak terbatas, meliputi segala hal dan keadaan yang terdapat pada bangsa dan negara Indonesia dalam jangka waktu yang tak terbatas. 2.   ...