
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TERHADAP
WARISAN
DALAM ADAT JAWA PADA MASYARAKAT
DESA WONOYOSO KECAMATAN MOJOTENGAH KABUPATEN WONOSOBO
Disusun
oleh :
HERMAN
RAHMA WANTO (3301413085)
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
PERNYATAAN
Saya
sebagai penulis yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Herman Rahma Wanto
NIM :
3301413085
Menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa paper
yang berjudul : Kedudukan
Anak Angkat Terhadap Warisan Dalam Adat Jawa Pada Masyarakat Desa Wonoyoso
Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo adalah benar-benar karya
sendiri, kecuali jika
dalam pengutipan substansi
disebutkan sumbernya, dan belum
pernah diajukan pada
institusi manapun, serta
bukan karya jiplakan. Saya
bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah
yang harus dijunjung tinggi.
Demikian
pernyataan ini saya buat dengan
sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan
dari pihak lain
serta saya bersedia
mendapat sanksi akademik
jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Semarang,
1 Juni 2014
Yang
menyatakan,
HERMAN
RAHMA WANTO
NIM.3301413085
ABSTRAKSI
Hal
yang paling ditunggu dalam sebuah perkawinan adalah lahirnya seorang buah hati
atau anak yang menjadi pelengkap kebahagian bagi suatu keluarga. Anak menjadi
bagian penting dalam suatu keluarga karena kelak akan menjadi penerus dalam
keluarga tersebut. Namun tidak semua pasangan dapat mempunyai anak, hal
tersebut biasanya terjadi karena kondisi biologis yang menyebabkan salah satu
pasangan atau keduanya tidak dapat menghasilkan keturunan. Dalam hal tersebut
biasanya yang dijadikan solusi adalah mengangkat anak. Selain faktor tidak
dapat mempunyai keturunan alasan lain pengangkatan anak biasanya dilakukan
karena anaknya hanya laki – laki semua atau perempuan semua, atau dpat juga
karena si anak memiliki kelakuan baik atau mempunya prestasi baik sehingga
diangkat menjadi anak. Selain itu juga karena belas kasihan terhadap seorang
anak. Sejak jaman dahulu dalam masyarakat adat sudah mengenal yang namanya
pengangkatan anak.
Berdsarkan
latar belakang diatas penulis akan membahasnya dalam paper yang berjudul “Kedudukan Anak Angkat Terhadap
Warisan Dalam Adat Jawa Pada Masyarakat Desa Wonoyoso Kecamatan Mojotengah
Kabupaten Wonosobo”
Rumusan
masalah dibedakan menjadi 2 (dua) : pertama,
bagaimana kedudukan proses pengangkatan anak menurut adat jawa di Desa wonoyoso; Kedua, bagaimana kedudukan anak angkat
terhadap warisan dalam adat jawa di Desa Wonoyoso.
Tujuan
dari penulisan paper ini adalah (1) untuk memenuhi tugas hukum adat; (2) untuk
mengkaji dan mengetahui tentang pengangkatan anak dalam adat jawa khususnya di
desa Wonoyoso Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo; (3) untuk mengetahui dan
mengkaji mengenai Kedudukan Anak Angkat
Terhadap Warisan dalam Adat Jawa Pada Masyarakat Desa Wonoyoso Kecamatan
Mojotengah Kabupaten Wonosobo.
Metode
penelitian yang digunakan adalah metode pengumpulan data secara kualitatif,
dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi
Kesimpulan
dari penulisan paper ini adalah pertama, Dalam
masyarakat desa Wonoyoso pengangkatan anak tidak dilakukan secara hukum positif
atau tidak dilakukan melalui pengadilan. Pengangkatan anak dilakukan hanya
sebatas pengakuan (diakui sebagai anak) bagi anak yang sudah dewasa atau bagi
anak yang diangkat tidak dari bayi atau sudah sampai akal untuk menelaah hal
tersebut. Untuk pengankatan anak yang masih bayi dalam pengangkatan anak
tersebut harus berdasarkan ijin dari
orang tua atau keluarga dari si bayi dan
ada kesepakatan tertentu antara orang tua kandung dan orang tua angkat yang
disaksikan oleh perangkat desa setempat;
Kedua kedudukan anak angkat dalam menerima waris dari orang tua angkatnya adalah
Jika orang tua angkatnya memiliki anak kandung, untuk anak yang diangkat dari
bayi biasanya dan dianggap seperti anak kandung, maka dia mendapat harta
warisan sesuai kebijakan atau wasiat
orang tua angkatnya, biasanya disamakan seperti anak kandung. Untuk yang
diangkat tidak dari bayi dan atau hanya dianggap seperti anak angkat juga
mendapatkan bagian warisan sesuai wasiat atau kebijakan dari orang tua
angkatnya. Apabila ada anak kandung atau saudara angkat dari si anak ada yang
tidak setuju maka dapat dilakukan musyawarah mengenai warisan yang diberikan
untuk anak angkat tersebut. Namun berdasarkan penjelasan narasumber sangat
jarang terjadi perselisihan warisan dalam masyarakat desa wonoyoso, biasanya
sesuai pada apa yang sudah diwasiatkan oleh orang tuanya.
Saran
dalam penulisan paper ini adalah dalam pengangkatan anak sebaiknya disahkan
melalui pengadilan atau menggunakan hukum nasional agar si anak mendapat
jaminan atas hak – haknya, termasuk juga mengenai warisan sehingga si anak akan
mendapat jaminan atas masa depanya
dikemudian hari.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hal
yang paling ditunggu dalam sebuah perkawinan adalah lahirnya seorang buah hati
atau anak yang menjadi pelengkap kebahagian bagi suatu keluarga. Anak menjadi
bagian penting dalam suatu keluarga karena kelak akan menjadi penerus dalam
keluarga tersebut. Namun tidak semua pasangan dapat mempunyai anak, hal
tersebut biasanya terjadi karena kondisi biologis yang menyebabkan salah satu
pasangan atau keduanya tidak dapat menghasilkan keturunan. Dalam hal tersebut
biasanya yang dijadikan solusi adalah mengangkat anak. Selain faktor tidak
dapat mempunyai keturunan alasan lain pengangkatan anak biasanya dilakukan
karena anaknya hanya laki – laki semua atau perempuan semua, atau dpat juga
karena si anak memiliki kelakuan baik atau mempunya prestasi baik sehingga
diangkat menjadi anak. Selain itu juga karena belas kasihan terhadap seorang
anak. Sejak jaman dahulu dalam masyarakat adat sudah mengenal yang namanya pengangkatan
anak
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kedudukan proses pengangkatan anak menurut adat jawa di Desa wonoyoso?
2. Bagaimana
kedudukan anak angkat terhadap warisan dalam adat jawa di Desa Wonoyoso ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. untuk
memenuhi tugas hukum adat
2. untuk
mengkaji dan mengetahui tentang pengangkatan anak dalam adat jawa khususnya di
desa Wonoyoso Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo
3. untuk
mengetahui dan mengkaji mengenai
Kedudukan Anak Angkat Terhadap Warisan dalam Adat Jawa Pada Masyarakat
Desa Wonoyoso Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo
1.4 Manfaat
Manfaat
dari penulisan ini adalah menambah Khasanah pengetahuan penulis dan Pembaca
mengenai Hukum adat, khususnya dalam hal hak waris anak angkat.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Anak
Angkat
Pada hakekatnya, anak merupakan generasi muda dari suatu
keluarga yang mempunyai tujuan secara umum untuk meneruskan keturunan
keluarganya. Dalam sebuah keluarga, anak kandung mempunyai peran dan kedudukan
penting dalam sebuah keluarga, antara lain
sebagai penerus silsilah keluarga, meneruskan keturunan, dan melestarikan harta
kekayaan keluarganya.
Pengangkatan
anak adalah pengakuan seorang anak yang tidak ada hubungan secara biologis
dengan orang tua yang mengangkatnya sebagai anak sendiri atau setara sebagai
kandungnya dan bertanggung jawab atas kehidupan anak tersebut.. Pengangkatan
anak adalah pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian
rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan orang tua angkatnya timbul
hubungan antara anak sebagai anak sendiri dan orang tua angkat sebagai orang
tua sendiri.
Menurut UU Nomor 23 tahun 2002 anak
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan
dan pembesaran anak tersebut ke lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan.
Menurut pperaturan pemerintah Nomor
54 tahun 2007, pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dali lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan,pendidikan dan pembesaran anak tersebut
kedalam lingkungan orang tua angkat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan
secara hukum sebagai anak sendiri.
Imam
Sudiyat dalam bukunya Hukum Adat Sketsa Asas, tertulis bahwa pengangkatan anak
yang terdapat di seluruh Nusantara, ialah perbuatan memungut/mengangkat anak
dari luar ke dalal kerabat, sehingga terjalin suatu ikatan sosial
yang sama dengan ikatan kewangsaan biologis. Menurut pendapat Imam Sudiyat,
perbuatan pengangkatan anak dalam hukum anak terjadi apabila terciptanya ikatan sosial antara
anak angkat dan keluarga angkatnya.
Menurut pandangan Hilman Hadi Kusuma, ia mengartikan anak angkat sebagai anak
orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi
menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan
atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga. Pendapat Hilman Hadi Kusuma
mengartikan anak angkat yang sah adalah anak orang lain yang telah diakui oleh
keluarga angkat dan hukum adat setempat.
Sedangkat pendapat Soerojo Wignjodipuri telah memberikan
batasan bahwa mengangkat anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang
lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang
memungut anak dan anak yang dipungut itu tumbul suatu kekeluargaan yang sama
seperti ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri. Dalam pendapat
Soerojo menegaskan bahwa dalam pengangkatan anak tidak hanya sebatas mengangkat
atau mengakui, tetapi keluarga angkat harus memberlakukan anak angkat tersebut
seperti anak kandungnya sendiri.
2.2 Pengertian Hukum Adat
hukum adalah
seperangkat norma dan aturan adat atau kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah.
Istilah “kebiasaan” adalah terjemahan dari bahasa Belanda “gewoonte”, sedangkan
istilah “adat” berasal dari istilah Arab yaitu ”adah” yang berarti juga
kebiasaan. Jadi istilah kebiasaan dan istilah adat mempunyai arti yang sama
yaitu kebiasaan.
Adat
sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal,
ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini
dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil
(hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan
dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul
istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Hukum
Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya,
norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi
suatusistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat
Hukum
adat adalah hukum yang sebagian besar tidak tertulis dan merupakan asas-asas
atau prinsip-prinsip yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adat, untuk
mengatur hubungan-hubungan antar anggota masyarakat dalam suatu pergaulan
hidup.
Hukum adat adalah bagian dari hukum
yang berasal dari adat istiadat yakni kaidah-kaidah sosial yang
dibuat dan dipertahankan oleh para fungsionaris hukum (penguasa yang berwibawa)
dan berlaku serta dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum dalam
masyarakat Indonesia. Dalam hukum adat sikenal juaga Masyarakat Hukum adat yaitu sekumpulan orang yang di
ikat oleh tatanan hukum/ peraturan adat sebagai warga bersama dalams satu
persekutuan hukum yang tumbuh karena dasar keturunan ataupun kesamaan
lokasi tempat tinggal.
3.2 Pengertian
Waris
Hak waris adalah hak seseorang untuk
mendapatkan harta milik pewaris. Seseorang yang mendapat hak waris ini disebut
ahli waris. Adapun perihal waris mewaris diatur dalam hukum waris. Hukum waris yaitu seperangkat
norma atau aturan yang mengatur mengenai berpindahnya
atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang yang meninggaldunia ( pewaris )
kepada orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Ataudengan
kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan
orangyang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu
rangkaian ketentuan – ketentuan, di
mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam
bidang kebendaan, diatur,yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari
seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya
antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pengangkatan Anak
diDesa Wonoyoso
Berdasarkan hasil wawancara dengan
narasumber salah satu warga di Desa wonoyoso, Kecamatan Mojotengah Kabupaten
Wonosobo tanggal 31 mei 2014 diperoleh hasil wawancara sebagai berikut :
Dalam
masyarakat desa Wonoyoso pengangkatan anak tidak dilakukan secara hukum positif
atau tidak dilakukan melalui pengadilan. Pengangkatan anak dilakukan hanya
sebatas pengakuan (diakui sebagai anak) bagi anak yang sudah dewasa atau bagia
anak yang tidak diangkat dari bayi atau sudah sampai akal untuk menelaah hal
tersebut. Untuk pengankatan anak yang masih bayi dalam pengangkatan anak
tersebut harus berdasarkan ijin dari
orang tua atau keluarga dari si bayi dan
ada kesepakatan tertentu antara orang tua kandung dan orang tua angkat yang
disaksikan oleh perangkat desa setempat.
3.2 Kedudukan Anak
Angkat Terhadap Warisan Terhadap Warisan di Desa Wonoyoso
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan dengan narasumber salah satu warga Desa
wonoyoso, Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo tanggal 31 mei 2014 diperoleh
hasil wawancara sebagai berikut :
Mengenai
kedudukan anak angkat dalam kaitanya dengan warisan, menurut narasumber anak
angkat mendapatkan hak waris tergantung dari kebijakan orang tua angkatnya.
Namun kebanyakan anak angkat yang diangkat dari bayi sudah dianggap sebagai
anak kandungnya dan mendapatkan hak seperti anak kandung. Menurut penjelasan
narasumber yang namanya mengangkat anak ya harus dianggap seperti anak sendiri
walau bagaimanapun juga.
Jika orang tua angkatnya tidak
memiliki anak kandung maka kedudukanya menjadi seperti anak kandung. Dia berhak
memiliki seluruh harta gono - gini dan harta asal dari orang tua angkatnya. Namun
juga tergantung dari kebijakan orang tua angkatnya.
Jika orang tua angkatnya memiliki
anak kandung, untuk anak yang diangkat dari bayi biasanya dan dianggap seperti
anak kandung, maka dia mendapat harta warisan sesuai kebijakan atau wasiat orang tua angkatnya, biasanya
disamakan seperti anak kandung. Untuk yang diangkat tidak dari bayi dan atau
hanya dianggap seperti anak angkat juga mendapatkan bagian warisan sesuai
wasiat atau kebijakan dari orang tua angkatnya. Apabila ada anak kandung atau
saudara angkat dari si anak ada yang tidak setuju maka dapat dilakukan
musyawarah mengenai warisan yang diberikan untuk anak angkat tersebut. Namun
berdasarkan penjelasan narasumber sangat jarang terjadi perselisihan warisan
dalam masyarakat desa wonoyoso, biasanya sesuai pada apa yang sudah diwasiatkan
oleh orang tuanya.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam
masyarakat desa Wonoyoso pengangkatan anak tidak dilakukan secara hukum positif
atau tidak dilakukan melalui pengadilan. Pengangkatan anak dilakukan hanya
sebatas pengakuan (diakui sebagai anak) bagi anak yang sudah dewasa atau bagia
anak yang tidak diangkat dari bayi atau sudah sampai akal untuk menelaah hal
tersebut. Untuk pengankatan anak yang masih bayi dalam pengangkatan anak
tersebut harus berdasarkan ijin dari
orang tua atau keluarga dari si bayi dan
ada kesepakatan tertentu antara orang tua kandung dan orang tua angkat yang
disaksikan oleh perangkat desa setempat.
Jika
orang tua angkatnya memiliki anak kandung, untuk anak yang diangkat dari bayi
biasanya dan dianggap seperti anak kandung, maka dia mendapat harta warisan
sesuai kebijakan atau wasiat orang tua
angkatnya, biasanya disamakan seperti anak kandung. Untuk yang diangkat tidak
dari bayi dan atau hanya dianggap seperti anak angkat juga mendapatkan bagian
warisan sesuai wasiat atau kebijakan dari orang tua angkatnya. Apabila ada anak
kandung atau saudara angkat dari si anak ada yang tidak setuju maka dapat
dilakukan musyawarah mengenai warisan yang diberikan untuk anak angkat
tersebut. Namun berdasarkan penjelasan narasumber sangat jarang terjadi
perselisihan warisan dalam masyarakat desa wonoyoso, biasanya sesuai pada apa
yang sudah diwasiatkan oleh orang tuanya.
4.2
Saran
Dalam
pengangkatan anak sebaiknya disahkan melalui pengadilan atau menggunakan hukum
nasional agar si anak mendapat jaminan atas hak – haknya, termasuk juga
mengenai warisan sehingga si anak akan mendapat jaminan atas masa depanya dikemudian hari.
DAFTAR
PUSTAKA
___________.2012. Sistem Pengangkatan Anak/Adopsi Anak Menurut
Hukum
Adat di Indonesia (makalah).Burgerwa.woerdpress.com
___________.____. Hukum Adat. Id.wikipedia.org
Ardiynti.Gina.Kartika.2014.
Tinjauan Yuridis pengangkatan Anak
Terhadap Bagian Waris
Anak Angkat
Menurut Hukum Positif Indonesia (jurnal) . Fakultas
Hukum
Universitas Jember
Ayu.Aisyah.Setyowati.2011. Kajian Yuridis Tentang Kedudukan Anak
Angkat Menurut
Hukum Waris Adat Jawa
tengah (jurnal). Fakultas Hukum
Universitas
Jember
Hidayati.Erik.2011.
Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Adat Jawa Pada
Masyrakat Sumberejo Kecamatan Sumberbaru
Kabupaten Jember (jurnal).
Fakultas hukum Universitas jember.
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat,
(Bandung: tnp, 1977)
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, cet.ke-4 (Yogyakarta: Liberty, 2000),
Soeroso,
2003, Perbandingan Hukum
Perdata, Jakarta, Sinar Grafika
Soerojo Wignjodipero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,
(Bandung: Alumni, 1973)
Komentar
Posting Komentar