Langsung ke konten utama

kodrat monopluralis manusia vs liberalisme dan komunisme



            Sifat kodrat “monopluralis” manusia menurut Notonegoro adalah sifat kodrat manusia yang terdiri atas: susunan kodrat monodualis jiwa dan raga, sifat kodrat monodualis makhluk individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat monodualis makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk tuhan. Dimana itu merupakan substansi pokok didalam pancasila secara ontologis (Notonegoro,1975,dalam Suyahmo, 2014:188).
            Susunan kodrat monodualis jiwa dan raga, oleh Notonegoro diuraikan sebagai berikut: jiwa didalamnya terkandung cipta, rasa, dan karsa, yang secara substansial menuntut keselarasan, keserasian, keseimbangan. Raga manusia didalamnya terkandung unsur benda mati, unsur tumbuh-tumbuhan, dan unsur hewani, yang secara substansial menuntut keselarasan, keserasian dan keseimbangan. Susunan kodrat monodualis jiwa dan raga seperti itu dapat mendorong sikap dan perilaku manusia kearah tujuan yang sejalan dengan substansi sila-sila Pancasila, yaitu sikap dan perilaku bermoral pancasila (Suyahmo, 2014: 189).
            Dalam hal ini jelas bahwa paham liberal tidak sesuai dengan kodrat monopluralis manusia yang merupakan substansi pokok pancasila .Dalam kodrat monodualis manusia sebagi makhluk individu dan makhluk sosial. Paham liberal yang beranjak dari individualisme dan menjunjung setinggi-tinginya hak individu hanya menyentuh aspek manusia sebagai mahkluk individu. Dalam hal ini melupakan kodrat manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang menjelma menjadi sila kedua, ketiga keempat dankelima.
Sebagaimana menurut Abdul Kadir Besar dalam ideologi liberalisme, manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan bekali penciptanya dengan sejumlah hak asasi. Hak asasi ini antara lain adalah hak hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebhagiaan. Dalam hal ini nilai pokok adalah kebebasan. Berdasarkan nilai kebebasan ini, maka metode berpikirnya berwatak individualistik dan diwarnai pemikiran liberal. Para pendukung liberalisme yakin bahwa kebebasan merupakan nilai yang sangat pentig bagi manusia. oleh karena itu kebebasan manusia haruslah dibela dan diperjuangkan mati-matian. Setiap bahaya dari kebebasan manusia harus dihindari atau diatasi, bahkan jika bahaya dantang dari penguasa sekalipun (Suyahmo,2014: 69). Hal tersebut jelas berbeda dengan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan mkhluk sosial seperti apa yang diungkapkan oleh Notonegoro bahwasanya manusi mempunyai hak atas individunya namun juga dibatasi oleh hak orang lain berupa kewajiban. Hak sosial menjadi terabaikan karena hak yang dijunjung tinggi adalah hak individu.
Prinsip kebebasan dalam dalam paham liberalisme tertuang dalam kehidupan ekonomi yang dijabarkan pada sistem kapitalisme. Yaitu kebebasan yang melekat dalam diri individu bisa berupa kebebasan berusaha yang beorientasi pada keuntungan dimana kepemilikan modal merupakan hal yang tidak dapat dielakan yang berdampak pada kesenjngan sosial antara sikaya dan simiskin. Dalam hal ini jelas tidak sesuai dengan kodrat “monopluralis” manusia salah satunya kodrat monodualis sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang menjiwai nilai pacasila dimana mengingkan adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
            Dalam kaitanya dengan kodrat monodualis manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan menyangkut hubungan vertikal manusia dengan tuhan. yaitu menyangkut keberadaan manusia diakibatkan oleh sebabnya yaitu Tuhan. Dimana tuhanlah yang menyebabkan adanya manusia (Causa Prima). Dengan demikian manusia yang merupakan ciptaan tuhan wajib meyakini dan mengakui adanya tuhan. Dimana aspek tersebut tertuang dalam sila pertama pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan konsekuensi negara Indonesia adalah negara yang religius. Berbeda dengan paham liberalis yang membawa pada sistem sekularistik yang berarti melepaskan urusan agama dalam pemerintahan. Dalam hal ini agama dianggap sebagai bagian dari hak masing-masing individu yang tidak dapat dicampuri. Sehingga indiviu diberi kebebasan yang sebebas-bebasnya untuk beragama maupun tidak beragama.
            Susunan kodrat monodualis jiwa dan raga mendorong sikap dan perilaku manusia kearah tujuan yang sejalan dengan substansi sila-sila Pancasila, yaitu sikap dan perilaku bermoral pancasila. Sedangkan dalam liberalisme tidak mengarah pada adanya presepsi moral tertentu. Moral yang terwujud dalam perilaku di kembalikan kepada kebebasan masing-masing Individu. Dimana individu bebas berekspresi, berperilaku dan bersikap sesuai dengan keinginanya selama perilaku itu tidak melanggar norma hukum.
Paham sosialis-komunis yang diperjuangkan aktualisasinya oleh Marx bertujuan ingin membebaskan teterbelengguan dan eksploitasi kaum buruh dari penindasan kaum majikan kaya yang menguasai modal. Dalam perkembanganya konsep Marx yang dikembangkan oleh Lenin dan Stalin di Uni Soviet berubah menjadi masyarakat sosialis komunis dengan model diktaktor ploretariat yang dikendalikan oleh seseorang sebagai pucuk pimpinan partai komunis. (Suyahmo,2014: 77).
Dalam paham sosialis komunis hak individu ditekan oleh negara yang mengedepankan kepentingan sosial atas nama negara sehingga pengakuan atas hak individu menjadi terabaikan. Karena pengakuan atas hak individu yang berlebih akan membahayakan negara sehingga harus disingkirkan. Sehingga segala gerak individu sangat dibatasi oleh negara, apabila masyarakat menentang maka adan dianggab membahayakan dan harus disingkirkan.
Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan kodrat “monopluralis” manusia dimana manusia memiliki kodrat monodualis sebagai makhluk individu dan makluk sosial. Hak sosial atau kepentingan sosial tetap dijunjung tinggi namun tidak mengsempingkan hak individu. Dimana hak individu juga dijunjung tinggi. Hak individu dan sosial yang beranjak dari kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri ini menjadikan keseimbangan atara hak individu dan hak sosial. Dimana hak individu yang dijunjung tinggi dibatasai oleh hak orang lain atau kewajiban menghargai hak orang lain serta dibatasi oleh negara yang disesuikan dengan nilai-nilai pancasila termasuk bagaimana menyangkut kepentingan sosial. Dalam hal ini setiap manusia berhak atas penghargaan hak asasi manusia termasuk hak dalam mengemukakan pendapat dan kritik serta berpartisipasi aktif dalam segala aspek kehidupan termasuk kehidupan politik yang dalam paham sosialis komunis ditekan oleh negara.
Susunan kodrat monodualis jiwa dan raga mendorong sikap dan perilaku manusia kearah tujuan yang sejalan dengan substansi sila-sila Pancasila, yaitu sikap dan perilaku bermoral pancasila. Dimana individu memiliki kebebasan berperilaku tersebut tanpa tekanan moral dan norma yang berlebih dari negara. Dimana perilaku tersebut diarahkan secara sukarela tanpa tekanan pada perilaku yang bermoral pancasila.
 Dalam kaitanya kodrat manusia sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk tuhan jelas tidak sesuai dengan paham sosialis komunis. Dimana yang di terapkan oleh Lenin-Stalin tersebut tidak mengakui eksistensi agama atau kepercayaan terhadap tuhan. Sebagaimana yang diajarkan oleh Marx, bahwa agama bukanya membawa kemajuan dan kesejahteraan masyarakat akan tetapi justru menjadi candu dalam kehidupan, menjadi penghambat bagi kehidupan. Oleh karena itu percaya pada agama dan Tuhan bukanya membawa kemajuan dan kesejahteraan tetapi malahan memperbudak manusia (Suyahmo, 2015: 31)
Sedangkan Dalam hakikat kodrat manusia sebagai makhluk tuhan dimana tuhan diposisikan sebagai sebab dan manusia sebagai akibat. Dengan demikian keberadaan manusia diakibatkan oleh sebabnya yaitu Tuhan. Dimana tuhanlah yang menyebabkan adanya manusia (Causa Prima). Konsekuensinya adalah bahwa manusia harus meyakini adanya tuhan yang terwujud melaui agama yang dianut. Dimana hal tersebut menjelma menjadi sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang religius bukan atheis layaknya yang dianutk paham Sosialis-Komunis.

Daftar Referensi :
Suyahmo. 2014. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama
-----------. 2015. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAK WARIS ANAK ANGKAT, ANAK KANDUNG dan ANAK DILUAR NIKAH

Nama        :Herman Rahma Wanto NIM          :3301413085 Hukum Perdata 1 HAK WARIS ANAK ANGKAT, ANAK KANDUNGdan ANAK DILUAR NIKAH Hak waris adalah hak seseorang untuk mendapatkan harta milik pewaris. Seseorang yang mendapat hak waris ini disebut ahli waris. Adapun perihal waris mewaris diatur dalam hukum waris. Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau   aturan yang mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang yang   meninggaldunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Ataudengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orangyang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ket entuan – ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dal...

Sekilas Mengenal Sosok Tan Malaka

SutanIbrahim atau yang lebih dikenal oleh khalayak ramai dengan sebutan Tan Malaka. Tan Malaka merupakan Pahlawan Nasional yang lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat tanggal 2 Juni 1897, ia wafat di Kediri Jawa Timur, 21 Februari 1949 pada usia 51 tahun. Semasa hidupnya ia merupakan seorang aktivis dan pejuang pergerakan kemerdekaan yang terkenal gigih memperjuangkan kemerdekaan ndonesia. Beliau merupakan seorang tokoh aktivis pejuang nasionalis Indonesia dan merupakan pemimpin komunis indonesia, serta politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tan malaka dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris namun pemerintah ketika itu menganggap dirinya sebagai pemberontak karena tindakanya yang dianggap ingin menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. Dia merupakan sosok yang kukuh mengkritik terha...

Filsafat Pancasila hakikat nilainya bersifat abstrak, umum, universal, dan absolut

FilsafatPancasila hakikat nilainya bersifat abstrak, umum, universal, dan absolut Berdasarkan kausa materialis, nilai pancasila bersumber dan digali dari   nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia yang kemudian dikristalisai dan disepakati oleh para pendiri bangsa sebagai suatu kesepakatan fundamental bagi dasar kehidupan bangsa. Menurut Notonegoro kausa materialis atau bahan dari pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri, yaitu terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan agama. Setelah indonesia merdeka dan pancasila diresmikan menjadi dasar filsafat negara, ditambah lagi dengan unsur kenegaraan (Notonegoro, 1975 dalam Suyahmo, 2014:124). Mengenainilai abstrak, umum, universal, dan absolut yang ada dalam pancasila memilikipengertian sebagai berikut: 1.      Isinya sedikit tetapi luas cangkupanya tak terbatas, meliputi segala hal dan keadaan yang terdapat pada bangsa dan negara Indonesia dalam jangka waktu yang tak terbatas. 2.   ...