Revitalisasi Fungsi Dan Peran
Organisasi Kemahasiswaan
Oleh : Herman Rahma Wanto
Kaum
minoritas yang beruntung dapat meikmati pendidikan tinggi. Segelintir pemuda
yang mempunyai semangat juang tinggi. Kelompok intelektual yang selalu
melahirkan gagasan-gagasan besar. Pemuda yang selalu dieluh-eluhkan akan
membawa perubahan besar bagi negeri. Generasi penerus dan calon pemimpin dimasa
yang akan datang. Dalam berbagai hal sering disebut agent of change, agent of social control, iron stuck, moral force serta
berbagai istilah lainya. Mereka yang bercirikan idealis nan kritis yang selalu
membela kepentingan rakyat. Itulah
ungkapan manis yang sering kita fikirkan dan kita dengar jika berbicara tentang
mahasiswa.
Mahasiswa
adalah sosok yang tidak hanya mewakili sisi kepemudaan –yang mencakup
keberanian, ketangkasan dan semangat juang–, tapi juga intelektualitas.
Mahasiswa dengan intelektualitasnya tentu memiliki potensi dan kapabilitas
sebagai pengemban perubahan, sebagaimana kejayaan Indonesia yang tidak hanya
tertoreh oleh merahnya darah para pejuang kemerdekaan, tapi juga hitamnya pena
para intelektual. Dari masa ke masa, pemuda memang berperan sebagai turbin
penggerak persada Indonesia dan selalu menjadi garda depan dalam setiap
perubahan.
Pasca
reformasi 1998 arah pergerakan mahasiswa mulai memudar. Singa yang dulunya
bertaring tajam menentang tirani sekarang aumanya tak terdengar. Idealisme yang
diagung-agungkan sejak masa lampau akhirnya dengan sendirinya tergerus oleh
zaman. Mahasiswa sekarang ini terpecah dalam kelompok-kelompok dan golongan.
Semakin parah dengan sikap apatisme hedonisme dan pragmatisme yang mengerogoti
jati diri mahasiswa saat ini. Sungguh ironis seperti tak ada regenerasi dari
angkatan fenomenal 98 yang menurunkan kerajaan Soeharto yang bertahta 32 tahun.
Memang tidak semua mahasiswa seperti itu namun dapat kita lihat seberapa dari
mereka yang masih aktif dan peduli pada lingkungn sekitar dan bangsanya,
tentunya dapa dihitung.
Arus
perkembangan zaman dan globalisasi ternyata tak mampu dibendung oleh sebagian
mahasiswa. Zaman dan globalisasi telah menggerus semangat perjuangan dan
idealisme yang selama ini di sematkan kepada para mahasiswa. Rakyat sekarang
tak begitu simpatik dengan mahasiswa padahal jika kita mengenang dulu bagaimana
mahasiswa bersama rakyat merebut demokrasi dan menurunkan orde baru. Tri dharma
perduruan tinggi yang ke tiga yaitu pengabdian kepada masyarakat tak begitu
tersentuh. Mahasiswa cenderung apatis dan mementingkan diri sendiri serta
berhura hura menikmati masa mudanya. Tak jarang bergerak hanya bila ada
untungnya. Kondisi seperti ini sungguh sangat memprihatinkan dimana mahasiswa
yang seharunya menjadi pilar penting dalam mengisi kemerdekaan dan menyongsong
ke depan justru bersikap apatis, hedonis dan pragmatis. Idealisme yang diusung
dimasa lampau hanya menjadi mitos dan dongen bagi mahasiswa baru.
Mahaiswa
sekarang cenderung berlomba-lomba mengadakan event besar, seperti konser musik yang menghadirkan
artis ibukota. Terkesan hedonis memang, namun itulah bayangan umum mahasiswa
sekarang. Termasuk mereka yang ada dalam organisasi kemahasiswaan. Universitas-universitas
ternama tak lagi menjadi pelopor dan motor pergerakan layaknya dulu. Semakin
ternama sebuah universitas maka event yang dibuatpun harus semakin besar. Tak
sepenuhnya seperti itu memang, tapi sebagian besar.
Rasanya
kita rindu peran sesungguhnya dari para mahasiswa. Mahasiswa yang peduli dengan
lingkungan sosialnya, mahasiswa yang menentang ketidakadilan, mahasiswa yang
mau turun gunung mengabdi kepada masyarakat, serta mahasiswa yang cerdas dan
solutif dalam menghadapi berbagai masalah. Untuk itulah perlu adanya
revitalisasi peran dan fungsi mahasiswa yang hakiki. Dimana disini yang menjadi
sorotan adalah peran dan fungsi organisasi kemahasiswaan yang merupakan wadah
penampung aspirasi mahasiswa sekaligus sebagai wadah pergerakan dan perjuangan
mahasiswa. Untuk itu ada 4 hal utama yang perlu menjadi fokus revitalisasi
fungsi dan peran organisasi kemahasiswaan disini yaitu : fungsi social control, advokasi, pengabdian
masyarakat, serta kaderisasi.
Social control menjadi
salah satu fokus dalam ulasan ini. mengapa ? karena disinilah salah satu peran
terpenting mahasiswa. Dari kontrol sosial inilah lahir berbagai gerakan-gerakan
mahasiswa. Mahasiswa haruslah aktif dan peka dalam mengawasi berbagai fenomena
sosial yang ada disekitarnya. Saat dijumpai adanya penindasan dan
ketidakadilan, adanya ketidaksesuaian dan kejanggalan, saat suatu kebijakan
atau fenomena merugikan masyarakat, disitulah mahasiswa harus ada dan disitulah
mahasiswa dibutuhkan. Tak hanya mengkritik dan menentang namun juga penuh
kajian dan analisis untuk memberikan berbagai point-point yang bersifat solutif
demi sebuah kebijakan yang pro dengan rakyat.
Salah
satu hal terpenting yang harus dimiliki oleh oraganisasi kemahasiswaan adalah
fungsi advokasi. Terkadang banyak organisasi kemahasiswaan yang lupa akan
fungsi ini yang notabene adalah fungsi utama sebuah organisasi. Sejatinya
advokasi diibaratkan sebagai pemberian atau pengusahaan bantuan. Dalam hal ini
peran organisasi kemahasiswaan sebagai suatu lembaga menjadi sangat penting
bagaimana dia mengadvokasi para mahasiswa yang membutuhkan ataupun masyarakat
yang membutuhkan bantuanya dalam rangka memperjuangkan keadilan.
Fungsi
pengabdian masyarakat saat ini terasa terabaikan, organisasi kemahasiswaan cenderung
berfikir bagaimana membuat sebuah event besar dengan branding yang besar.
Mereka berlomba-lomba membuat event bergengsi yang terkesan hedonis dan jauh
dari arah pengabdian masyarakat. padahal sejatinya mahasiswa adalah kaum yang
dapat memberi manfaat kepada masyarakat sebagai aplikasi dari perbagai ilmu
yang mereka dapatkan dikampus sebagaimana itu semua tertuang dalam Tridharma
perguruan tnggi. Untuk itulah perlu adanya revitalisasi peran dan fungsi
organisasi kemahasiswaan dimana organisasi kemahasiswaan sebagai wadah para
mahasiswa haruslah peduli terhadap lingkungan sekitar. Paska reformasi
masyarakat tak lagi simpati kepada mahasiswa. Masyarakat rindu mahasiswa yang
mau turun gunung mengabdi dan berbagi ilmu kepada mereka. Program KKL dan KKN
yang seharusnya dapat menjadi jembatan antara mahasiswa dan masyrakat fungsinya
tak sevital dulu. Sehingga disini peran organisasi kemahasiswaan menjadi sangat
penting untuk turut serta membangun dan memajukan masyarakt Indonesia yang
lebih baik.
Fungsi
yang ke3 yaitu kaderisasi menjadi hal yang sangat penting karena merupakan
ujung tombak guna meneruskan perjuangan. Semenjak adanya larangan perponcloan
dan berbagai larangan lain dalam kegiatan orientasi studi aspek kaderisasi dan
penanaman nilai menjadi melemah dan memudar. Alhasil saat ini hanya sedikit
mahasiswa yang mewarisi semangat para pendahulunya, mereka cenderung lebih
apatis. Penulis disini tidak membenarkan adanya perponcloan yang perlu
ditekankan disini adalah penanaman nilai-nilai perjuangan yang harus diwariskan
kepada generasi berikutnya. Apalah arti sebuah perjuangan saat tak ada lagi
yang meneruskan ibarat kata seperti itu. Karena mahasiswa tak akan menjadi
mahasiswa selamanya utuk itu generasi berikutnya adalah ujung tombak untuk
melanjutkan perjuangan pendahulunya. Disinilah bagaimana kaderisasi itu menjadi
sangat penting. Tak perlu dengan perploncoan yang merupakan cara kuno. Kita
bisa hadirkan tokoh tokoh inspiratif dan kita bisa tanamkan dan beri pemahaman
bagaimana seharusnya arah dan orienntasi berfikir seorang mahasiswa.
Revitalisasi
peran dan fungsi mahasiswa ini menjadi sangat penting. Terlebih terkait carut
marut dan dinamika sosial politik di negeri ini. Disinilah peran mahasiswa
menjadi sangat penting sebagai kamu intelektual dan cendikiawan muda nan
kritis. Kritik dan pengawasan mahasiswa dalam mengawal berbagai kebijakan tak
boleh sedikitpun luntur. Tak hanya kritik namun juga senantiasa dengan
keilmuanya memberikan penawaran solusi demi sebuah kehidupan yang lebih biak.
Setidaknya itulah yang harus tertanam dalam diri mahasiswa dari generasi ke
generasi.
Komentar
Posting Komentar